MAKALAH PERKEMBANGAN PENDUDUK INDONESIA
20.35
By
Adi Septiyawan
0
komentar
MAKALAH
PERKEMBANGAN
PENDUDUK INDONESIA
Di
Susun oleh :
Nama : Adi Septiyawan
NPM :
10414245
Kelas :
2IB01
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN
TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS
GUNADARMA
DEPOK
2015
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji dan Syukur saya panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat, Hidayah dan Karunia-nya
sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini, saya akan membahas mengenai “Perkembangan Penduduk Indonesia”.
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada
Bapak Andi Asnur Pranata selaku dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
yang telah yang telah memberikan tugas ini. Saya menyadari bahwa masih banyak
kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu saran serta kritik
yang dapat membangun dari pembaca sangat saya harapkan guna penyempurnaan pada
makalah selanjutnya.
Harapan saya semoga makalah ini bisa membantu
menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya
dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih
baik.
Demikian makalah ini saya buat, semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Depok, 14 November 2015
Adi Septiyawan
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………............................i
Daftar Isi………………………………………………………………..................................ii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang………………………………………………….. .....................................1
1.2
Maksud dan Tujuan……………………………………………….....................................1
1.3
Ruang Lingkup Masalah…………………………………..............................………........2
BAB II Pembahasan
2.1
Landasan Perkembangan Penduduk
Indonesia.................................................................3
2.2
Pertambahan Penduduk dan Lingkungan
Permukiman.....................................................4
2.3
Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat
Pendidikan..............................................................8
2.4
Pertumbuhan Penduduk dan Penyakit yang
Berkaitan dengan Lingkungan Hidup.........10
2.5
Pertumbuhan Penduduk dan
Kelaparan............................................................................11
2.6
Kemiskinan dan
Kelatarbelakangan..................................................................................13
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan.....................……………………………………............................................15
3.2
Saran...................................................................................................................................15
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1)
Latar Belakang
Laju pertumbuhan penduduk merupakan permasalahan
krusial yang dihadapi oleh negara-negara berkembang di dunia, khususnya
negara-negara berpenduduk besar dan padat sperti Indonesia. Hal ini disebabkan
oleh keterbatasan data dasar yang diperoleh mengenai jumlah kelahiran, sehingga
diperlukan berbagai upaya yang berkesinambungan untuk menurunkan laju
pertumbuhan penduduk. Indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang
dengan penduduk terbesar nomor empat di dunia, juga menghadapi persoalan yang
serupa.
Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia senantiasa
mengalami peningkatan. Hal ini tercermin dari hasil sensus penduduk 2010,
Indonesia menunjukkan gejala ledakan penduduk. Jumlah penduduk Indonesia tahun
2010 tercatat 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,49 persen pertahun,
sementara pada tahun 2008 masih tercatat 288,53 juta jiwa. Laju pertumbuhan
penduduk ini jika tetap pada angka itu, pada 2045 jumlah penduduk Indonesia
diperkirakan mencapai 450 juta jiwa. Peningkatan penduduk yang tinggi ini akan
mengakibatkan permasalahan jika tidak dikendalikan (BKKBN, 2010).
Definisi dari laju pertumbuhan penduduk itu sendiri
adalah Angka yang menunjukan tingkat pertambahan penduduk pertahun dalam jangka
waktu tertentu. Angka ini dinyatakan sebagai persentase dari penduduk dasar.
Laju pertumbuhan penduduk dapat dihitung menggunakan tiga metode, yaitu
aritmatik, geometrik, dan eksponesial. Metode yang paling sering digunakan di
BPS adalah metode geometrik.
2)
Maksud dan Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar kita
dapat memahami bagaimana perkembangan pertumbuhan penduduk di Indonesia saat
ini serta dampak dari pertumbuhan penduduk itu terhadap berbagai bidang.
3)
Ruang Lingkup
Adapun
ruang lingkup masalah yang akan dibahas pada makalah kali ini sebagai berikut:
a.
Landasan Perkembangan Penduduk Indonesia
b.
Pertambahan Penduduk dan Lingkungan
Pemukiman
c.
Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat
Pendidikan
d.
Petumbuhan Penduduk dan Penyakit yang
Berkaitan dengan Lingkungan Hidup
e.
Pertumbuhan Penduduk dan Kelaparan
f.
Kemiskinan dan Keterbelakangan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Landasan Perkembangan Penduduk Indonesia
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi
sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam
sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran.
Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah
pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi
nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada perubahan penduduk
dunia.
Maka yang melandasi perkembangan penduduk di Indonesia
adalah banyaknya kelahiran di bandingkan dengan kematian dan banyaknya imigran
dari desa ke kota yang menumpuknya manusia di kota dan sedangkan yang di desa
berkurang. Banyaknya imigran dari desa ke kota dikarenakan dikitnya atau
kurangnya lapangan pekerjaan dibandingkan dengan di kota-kota yang membuat
orang desa mencari makan di kota dan menyebabkan banyaknya atau menumpuknya
orang di kota.
Perkembangan penduduk di Indonesia dikarenakan
banyaknya atau meningkatnya data kelahiran per hari di bandingkan data kematian
per hari yang mengakibatnya banyaknya kehidupan tidak sebanding banyaknya
kematian yang mengakibatkan penumpukan atau pertambahan penduduk di Indonesia semakin
tahun semakin bertambah
Hasil sensus penduduk 2010 tercatat 237,6 juta jiwa
sebagai bukti pertumbuhan penduduk Indonesia 5 tahun lebih cepat dari proyeksi
BPS. Karena proyeksi semula, tahun 2010 baru berjumlah 234,2 juta dan tahun
2015 berkisar 237,8 juta jiwa. Kenyataannya, tahun 2010 penduduk Indonesia sudah
mencapai 237,6 juta jiwa.
Demikian diungkapkan direktur Jaminan dan Pelayanan
KB, BKKBN Pusat, Setia Edi dalam acara peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia di
Jakarta, yang dirilis bkkbn.co.id, Sabtu (25/9/2010). Ia mengingatkan, jika
program KB diabaikan maka pertumbuhan penduduk Indonesia tak terkendali.
"Pengnedalian penduduk harus menjadi prioritas.
Apalagi kesehatan dan usia harapan hidup meningkat sehingga tanpa pengendalian
rawan terjadi ledakan jumlah penduduk. Jumlah penduduk 237,6 juta mendekati
proyeksi BPS untuk jumlah penduduk tahun 2015 yakni 237,8 juta jiwa. Angka itu
sudah tercapai sekarang. Dengan melencengnya proyeksi itu, jumlah penduduk
diperkirakan 264,4 juta tahun 2015," ujar dia.
Pemerintah mempunyai target baru. Pada 2014
ditargetkan angka fertilitas total (angka kelahiran/TFR) 2,1 dan pengguna
kontrasepsi 65 persen. Saat ini TFR 2,3 dan pengguna kontrasepsi 61,4 persen.
Selain itu ditargetkan empat tahun ke depan 'unmeet need' 5 persen dan usia
kawin pertama 21 tahun.
Kendala program KB adalah otonomi daerah yang
mengakibatkan keterputusan koordinasi dan implementasi program secara luas.
Tidak semua daerah mempunyai struktur yang khusus mengurusi KB. Di tengah
perubahan itu fungsi petugas penyuluh lapangan KB (PLKB) juga tergerus karena
kurang dukungan. Padahal PLKB penting untuk mengedukasi dan memberikan
konseling sehingga masyarakat dapat merencanakan keluarga dengan baik dan
rasional.
2.2 Pertambahan Penduduk dan Lingkungan
Pemukiman
Penataan ruang tidak lagi semata menjembatani
kepentingan ekonomi dan sosial. Lebih jauh dari kedua hal itu (ekonomi dan
sosial), penataan ruang telah berubah orientasinya pada aspek yang benar-benar
berpihak untuk kepentingan lingkungan hidup, sebagai konsekuensi keikut-sertaan
Indonesia pada upaya menekan pemanasan global. Dalam UU No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, telah ditegaskan mengenai tujuan penyelenggaraan
penataan ruang yaitu mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan, serta menciptakan keharmonisan antara lingkungan
alam dan lingkungan buatan.
Keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; serta perlindungan
fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan
ruang.
Penataan ruang yang berpihak pada lingkungan hidup
perlu ditegakkan bersama karena sebelumnya, logika penataan ruang yang hanya
mengikuti selera pasar, dalam kenyataan telah mengancam keberlanjutan. Hal ini
dapat dicermati dari keberadaan lahan-lahan produktif dan kawasan buffer zone berada
dalam ancaman akibat konversi lahan secara besar-besaran untuk kepentingan
penyediaan lahan yang mempunyai land rent tinggi seperti peruntukan lahan untuk
permukiman, industri, perdagangan serta pusat-pusat perbelanjaan. Diperkirakan
sekitar 15 ribu – 20 ribu ha per tahun lahan pertanian beririgasi beralih
fungsi menjadi lahan non pertanian, serta tidak sedikit kawasan Daerah Aliran
Sungai (DAS) terdegradasi. Berdasarkan data (Bappenas, 2002) terdapat sekitar
62
Daerah Aliran Sungai (dari 470 Daerah Aliran Sungai)
terdegradas akibat dari penebangan hutan yang tidak terkendali dari hulu
sungai. Tekanan lingkungan lainnya adalah menyangkut laju urbanisasi yang akan
tumbuh sekitar 4,4 persen per tahun. Oleh karena itu diperkirakan, pada tahun
2025 nanti terdapat sekitar 60 persen penduduk Indonesia (167 juta orang)
berada di perkotaan. Bila penataan ruang tidak mengikuti logika pembangunan
keberlanjutan, maka dapat dipastikan bahwa kota-kota besar yang telah
berkembang saat ini akan selalu berada tekanan social yang sangat tinggi.
Dilihat dari perspektif ekologis bahwa pertumbuhan penduduk yang cepat dapat
berdampak kepada meningkatnya kepadatan penduduk, sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan mutu lingkungan secara menyeluruh. Menurut Soemarwoto
(1991:230-250) bahwa secara rinci dampak kepadatan penduduk sebagai akibat laju
pertumbuhan penduduk yang cepat terhadap kelestarian lingkungan adalah sebagai
berikut:
(1)
Meningkatnya limbah rumah tangga sering disebut dengan limbah domestik.
Dengan naiknya kepadatan penduduk berarti jumlah orang persatuan luas
bertambah. Karena itu jumlah produksi limbah persatuan luas juga bertambah.
Dapat juga dikatakan di daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, terjadi
konsentrasi produksi limbah.
(2)
Pertumbuhan penduduk yang terjadi bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi
dan teknologi yang melahirkan industri dan sistem transport modern. Industri
dan transport menghasilkan berturut-turut limbah industri dan limbah transport.
Di daerah industri juga terdapat kepadatan penduduk yang tinggi dan transport
yang ramai. Di daerah ini terdapat produksi limbah domsetik, limbah industri
dan limbah transport.
(3) Akibat
pertambahan penduduk juga mengakibatkan peningkatan kebutuhan pangan. Kenaikan
kebutuhan pangan dapat dipenuhi dengan intensifikasi lahan pertanian, antara
lain dengan mengunakan pupuk pestisida, yang notebene merupakan sumber
pencemaran. Untuk masyarakat pedesaan yang menggantungkan hidupnya pada lahan
pertanian, maka seiring dengan pertambahan penduduk, kebutuhan akan lahan
pertanian juga akan meningkat. Sehingga ekploitasi hutan untuk membuka lahan
pertanian baru banyak dilakukan. Akibatnya daya dukung lingkungan menjadi
menurun. Bagi mereka para peladang berpindah, dengan meningkatnya pertumbuhan
penduduk yang sedemikian cepat, berarti menyebabkan tekanan penduduk terhadap
lahan juga meningkat. Akibatnya proses pemulihan lahan mengalami percepatan.
Yang tadinya memakan waktu 25 tahun, tetapi dengan semakin meningkatnya tekanan
penduduk terhadap lahan maka bisa berkurang menjadi 5 tahun. Saat dimana lahan
yang baru ditinggalkan belum pulih kesuburannya.
(4) Makin
besar jumlah penduduk, makin besar kebutuhan akan sumber daya. Untuk penduduk
agraris, meningkatnya kebutuhan sumber daya ini terutama lahan dan air. Dengan
berkembangnya teknologi dan ekonomi, kebutuhan akan sumber daya lain juga
meningkat, yaitu bahan bakar dan bahan mentah untuk industri. Dengan makin
meningkatnya kebutuhan sumber daya itu, terjadilah penyusutan sumber daya.
Penyusutan sumber daya berkaitan erat dengan pencemaran. Makin besar pencemaran
sumber daya, laju penyusunan makin besar dan pada umumnya makin besar pula
pencemaran.
Tingkat laju pertumbuhan Indonesia dalam beberapa
tahun ke depan bukan mustahil akan menyalip Amerika Serikat. Jumlah penduduk
Indonesia saat ini mencapai 227 juta jiwa, sedangkan penduduk AS berjumlah 315
juta jiwa. Dari hasil survei, pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun
bertambah 3,2 juta jiwa.
Secara kuantitas jumlah ini sama dengan jumlah seluruh
penduduk Singapura. Kepala BKKBN Sugiri Syarief menunjukkan bahwa program KB
ternyata mengalami stagnasi dengan angka rata-rata seorang wanita mempunyai
anak selama masa subur secara nasional pada 2007 tetap berada di angka 2,6
dibanding 2003. Jumlah penduduk Indonesia saat ini menduduki nomor empat
terbanyak di dunia setelah China dengan 1,3 miliar jiwa, India dengan 1,2
miliar, dan AS nomor ketiga dengan 315 juta. (Republika, 2 Juni 2009).
Bergesernya pola hidup masyarakat dan tingginya
tuntutan hidup modern yang makin sulit dikejar menyebabkan terjadinya banyak
stressor atau penyebab stress yang menyerang masyarakat metropolis. Tidak
mengherankan bila gangguan kejiwaan pun menjadi salahsatu penyakit tren
masyarakat kota dewasa ini. Indikatornya, jelas terlihat dari banyaknya pasien
non psikosa (bukan kejiwaan) yang dirawat instalasi Ilmu Kedokteran Jiwa
berbagai RSU.
Sebelum berakibat lebih parah, selayaknya kita
bercermin pada berbagai kejadian khusus yang cenderung muncul di perkotaan.
Jakarta, Surabaya, Medan dan kota besar lainnya tidak hanya tampak indah dengan
gedung-gedung pencakar langit dengan arsitektur modern dan deretan mobil mewah
yang berseliweran. Kota-kota ini tidak hanya gagah karena gemerlapnya
lampu-lampu kota yang menghidupkan suasana malam. Namun, di balik gemerlap
semua itu, kota ini juga mempunyai berbagai masalah pelik sebagai kota besar
yang notabene menjadi sasaran kaum urban sebagaimana dialami kota-kota besar lain
di berbagai belahan dunia.
Akumulasi berbagai masalah klasik akibat peningkatan
jumlah penduduk kota yang cepat makin dirasakan dampaknya, mulai dari
kemiskinan, pencemaran, pengangguran, hingga kriminalitas dan sebagainya.
Diperburuk lagi, kini banyak problema lingkungan hidup kota sehingga
pelestarian lingkungan makin berkurang dan perencanaan kota jadi tidak sesuai
dengan kenyataan akibat pengaturan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) baik
kota maupun propinsi yang sering tidak sinkron. Buntut dari rangkaian masalah
itu tidak lain adalah tingkat daya dukung kota terhadap kehidupan warga yang
makin rendah.
Secara umum, pertumbuhan penduduk kota-kota di dunia
cenderung mengalami lonjakan yang sangat fenomenal, sementara pada saat yang
sama, kualitas lingkungan cenderung menurun. Lebih dari setengah jumlah
penduduk di dunia sekarang ini tinggal di perkotaan. Masalah-masalah perkotaan,
seperti kepadatan lalu lintas, pencemaran udara, perumahan dan pelayanan
masyarakat yang kurang layak, kriminal, kekerasan dan penggunaan obat-obat
terlarang menjadi masalah yang harus dihadapi masyarakat perkotaan. Sangat
wajar, apabila kecenderungan tersebut terus-menerus tidak ditangani maksimal,
ibarat bola salju yang makin lama makin membesar, dan akhirnya memicu runtuhnya
kekuatan psikologis masyarakat.
Jika penduduk Surabaya tahun 2010 diasumsikan
berjumlah 5 juta jiwa, berarti setiap jiwa hanya disuplai oleh lingkungan alam
lebih kurang seluas 650 meter persegi, padahal dalam suplai udara bersih, tidak
ada ruang lagi untuk mendapatkannya. Penyebabnya adalah jumlah penggunaan
kendaraan bermotor yang makin meningkat sehingga akan menghasilkan gas polutan
bahan-bahan insektisida. Masalah polusi udara di dalam ruangan adalah yang
paling kerap kita hadapi sehari-hari. Menurut laporan EPA (Environmental
Protection Agency) 26.000 jiwa meninggal dalam setiap tahunnya yang diakibatkan
dari polusi udara dalam ruangan. Sementara menurut laporan WHO sebanyak 12,5
juta jiwa mengalami gangguan kesehatan akibat polusi udara tersebut.
2.3 Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat Pendidikan
Suatu wilayah dengan
pertambahan penduduk yang pesat dapat menyebabkan masalah- masalah pendidikan,
pengangguran, kesenjangan sosial dan masalah-masalah lainnya. Dengan jumlah
penduduk yang besar maka fasilitas-fasilitas sosial, pendidikan dan pekerjaan
juga ikut meningkat. Jika penduduk di suatu kota yang padat tidak terpenuhi
fasilitas pendidikannya maka akan menyebabkan penurunan tingkat pendidikan
wilayah tersebut. Tingkat pendidikan yang rendah dapat menyebabkan pengangguran
sehingga dampak pada tingkat perekonomian juga memburuk. Jika masalah ini terus
diabaikan maka kemerosotan negara tidak dapat dihindari. Tingkat pendidikan
yang buruk dapat menyebabkan anak-anak mengalami depresi. Hal ini memicu
terjadinya pekerjaan-pekerjaan yang tidak layak dilakukan oleh anak-anak di
bawah umur. Bahkan dampak lain dari masalah ini bisa menyebabkan tingkat tindakan
kriminal yang dilakukan anak-anak meningkat.
Generasi muda dan anak-anak yang
cerdas adalah kunci kemajuan suatu negara. Jika masa kanak-kanak mereka diisi
dengan hal-hal negatif maka jalan menuju kesuksesan bangsa akan semakin jauh.
Penduduk merupakan pelaku pembangunan. Maka kualitas penduduk yang tinggi akan
lebih menunjang laju pembangunan ekonomi. Usaha yang dapat dilakukan adalah
meningkatkan kualitas penduduk melalui fasilitas pendidikan, perluasan lapangan
pekerjaan dan penundaan usia kawin pertama. Di negara-negara yang anggaran
pendidikannya rendah, biasanya menunjukkan angka kelahiran yang tinggi. Tidak
hanya persediaan dana yang kurang, tetapi komposisi usia secara piramida pada
penduduk yang berkembang dengan cepat juga berakibat bahwa rasio antara guru
yang terlatih dan jumlah anak usia sekolah akan terus berkurang.
Negara Indonesia merupakan negara
yang sedang berkembang sehingga untuk melaksanakan pembangunan dalam segala
bidang belum dapat berjalan dengan cepat, karena kekurangan modal maupun tenaga
tenaga ahli/ terdidik, Akibatnya fasilitas secara kualitatif dalam bidang
pendidikan masih terbatas. Pertambahan penduduk yang cepat, lepas daripada
pengaruhnya terhadap kualitas dan kuantitas pendidikan, cenderung untuk
menghambat perimbangan pendidikan. Kekurangan fasilitas pendidikan menghambat
program persamaan atau perimbangan antara pedesaan dan kota, dan antara bagian
masyarakat yang kaya dan miskin. Oleh karena itu, masyarakat dalam mencapai
pendidikan yang tinggi masih sedikit sekali. Hal ini disebabkan karena :
a. Tingkat kesadaran masyarakat untuk
bersekolah rendah.
b. Besarnya anak usia sekolah yang tidak
seimbang dengan penyediaan sarana pendidikan.
c. Pendapatan perkapita penduduk di Indonesia
rendah sehingga belum dapat memenuhi Kebutuhan hidup primer, dan untuk biaya
sekolah.
Dampak yang
ditimbulkan dari rendahnya tingkat pendidikan terhadap pembangunan adalah:
1. Rendahnya penguasaan teknologi maju,
sehingga harus mendatangkan tenaga ahli dari negara maju. Keadaan ini sungguh
ironis, di mana keadaan jumlah penduduk Indonesia besar, tetapi tidak mampu
mencukupi kebutuhan tenaga ahli yang sangat diperlukan dalam pembangunan.
2. Rendahnya tingkat pendidikan mengakibatkan
sulitnya masyarakat menerima hal-hal yang baru. Hal ini nampak dengan ketidak
mampuan masyarakat merawat hasil pembangunan secara benar, sehingga banyak
fasilitas umum yang rusak karena ketidakmampuan masyarakat memperlakukan secara
tepat. Kenyataan seperti ini apabila terus dibiarkan akan menghambat jalannya
pembangunan.
Pengaruh daripada dinamika penduduk
terhadap pendidikan juga dirasakan pada keluarga. Penelitian yang dilakukan
pada beberapa negara dengan latar belakang budaya yang berlainan menunjukkan
bahwa jika digabungkan dengan kemiskinan, keluarga dengan jumlah anak banyak
dan jarak kehamilan yang dekat, menghambat perkembangan berfikir anak-anak,
berbicara dan kemauannya, di samping kesehatan dan perkembangan fisiknya.
Kesulitan orang tua dalam membiayai anak-anak yang banyak, lebih mempersulit
masalah ini. Helen Callaway, seorang ahli antropologi Amerika yang mempelajari
masyarakat buta huruf, menyimpulkan bahwa perkembangan ekonomi dan perluasan
pendidikan dasar telah memperluas jurang pemisah antara pria dan wanita. Hampir
di mana – mana pria diberikan prioritas untuk pendidikan umum dan latihan –
latihan teknis. Mereka adalah orang – orang yang mampu menghadapi tantangan –
tantangan dalam dunia. Sebaliknya pengetahuan dunia di tekan secara tajam pada
tingkat yang terbawah.
Pengaruh daripada dinamika penduduk
terhadap pendidikan juga dirasakan pada keluarga. Penelitian yang dilakukan
pada beberapa negara dengan latar belakang budaya yang berlainan menunjukkan
bahwa jika digabungkan dengan kemiskinan, keluarga dengan jumlah anak banyak
dan jarak kehamilan yang dekat, menghambat perkembangan berfikir anak – anak,
berbicara dan kemauannya, di samping kesehatan dan perkembangan fisiknya.
Kesulitan orang tua dalam membiayai anak – anak yang banyak, lebih mempersulit
masalah ini padahal tingkat pendidikan sangat siperlukan sebagai alat
menyampaikan informasi kepada manusia tentang perlunya perubahan dan untuk
merangsang penerimaan gagasan – gagasan baru.
2.4 Pertumbuhan Penduduk dan Penyakit yang
Berkaitan dengan Lingkungan Hidup
Kemampuan manusia untuk mengubah atau memoditifikasi kualitas lingkungannya
tergantung sekali pada taraf sosial budayanya. Masyarakat yang masih primitif
hanya mampu membuka hutan secukupnya untuk memberi perlindungan pada
masyarakat. Sebaliknya, masyarakat yang sudah maju sosial budayanya dapat
mengubah lingkungan hidup sampai taraf yang irreversible. Perilaku masyarakat
ini menentukan gaya hidup tersendiri yang akan menciptakan lingkungan yang
sesuai dengan yang diinginkannya mengakibatkan timbulnya penyakit juga sesuai
dengan prilakunya tadi. Dengan demikian eratlah hubungan antara kesehatan
dengan sumber daya social ekonomi. WHO menyatakan “Kesehatan adalah suatu
keadaan sehat yang utuh secara fisik, mental dan sosial serta bukan hanya
merupakan bebas dari penyakit”.Dalam Undang Undang No. 9 Tahun 1960 tentang
Pokok-Pokok Kesehatan. Dalam Bab 1,Pasal 2 dinyatakan bahwa “Kesehatan adalah
meliputi kesehatan badan (somatik),rohani (jiwa) dan sosial dan bukan hanya
deadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan”. Definisi ini memberi
arti yang sangat luas pada kata kesehatan.
Keadaan kesehatan lingkungan di Indonesia masih merupakan hal yang perlu
mendapaat perhatian, karena menyebabkan status kesehatan masyarakat berubah
seperti: Peledakan penduduk, penyediaan air bersih, pengolalaan
sampah,pembuangan air limbah penggunaan pestisida, masalah gizi, masalah
pemukiman, pelayanan kesehatan, ketersediaan obat, populasi udara, abrasi
pantai,penggundulan hutan dan banyak lagi permasalahan yang dapat menimbulkan
satu model penyakit. Jumlah penduduk yang sangat besar 19.000 juta harus
benar-benar ditangani masalah.pemukiman sangat penting diperhatikan. Pada saat
ini pembangunan di sektor perumahan sangat berkembang, karena kebutuhan yang
utama bagi masyarakat. Perumahan juga harus memenuhi syarat bagi kesehatan baik
ditinjau dari segi bangungan, drainase, pengadaan air bersih, pentagonal sampah
domestik uang dapat menimbulkan penyakit infeksi dan ventilasi untuk
pembangunan asap dapur.
Indonesia saat ini mengalami transisi dapat terlihat dari perombakan
struktur ekonomi menuju ekonomi industri, pertambahan jumlah penduduk,
urbanisasi yang meningkatkan jumlahnya, maka berubahlah beberapa indikator
kesehatan seperti penurunan angka kematian ibu, meningkatnya angka harapan
hidup ( 63 tahun ) dan status gizi. Jumlah penduduk terus bertambah, cara
bercocok tanam tradisional tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat. Pertumbuhan Penduduk yang tidak merata tersebut sangat berpengaruh
dengan lingkungan, penduduk yang tinggal dipemukiman yang sembarangan akan
mengakibatkan lingkungan yang tidak bersih. Lingkungan yang tidak dijaga akan
mengakibatkan penyakit yang dapat mengacam kesehatan manusia, misalnya penyakit
yang diakibatkan oleh lingkungan adalah Malaria, Muntaber, Penyakit Kulit,
Tifus, dll. Seperti banjir, polusi air, dan polusi udara adalah faktor yang
mengakibatkan terjadinya penyakit, jika lama kelamaan manusia tidak
memperhatikan lingkunganya maka sangat besar peluang penyakit menyebar, dalam
hal ini kesadaran manusia sangat dibutuhkan, kita diharapkan perlu adanya
sosialisasi kepada penduduk tentang pemukiman yang sehat dan adanya jaminan
kesehatan bagi masyarakat luas dari pemerintah dan pemerintah haruslah
meningkatkan pendidikan kesehatan bagi masyarakat, dan yang paling penting
diperhatikan pemeintah adalah pelayanan kesehatan masyarakat yaitu dengan menciptakan
klinik disetiap pemukiman penduduk.
2.5 Pertumbuhan Penduduk dan Kelaparan
Kekurangan gizi dan angka kematian anak meningkat di
sejumlah kawasan yang paling buruk di Asia dan Pasifik kendati ada usaha
internasional untuk menurunkan keadaan itu, kata sebuah laporan badan kesehatan
PBB hari Senin. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan bahwa sasaran
kesehatan yang ditetapkan berdasarkan delapan Tujuan Pembangunan Milenium PBB
tahun 2000 tidak akan tercapai pada tahun 2015 berdasarkan kecnderungan
sekarang. “Sejauh ini bukti menunjukkan bahwa kendati ada beberapa kemajuan, di
banyak negara, khususnya yang paling miskin, tetap ketinggalan dalam kesehatan,”
kata Dirjen WHO Lee Jong Wook dalam laporan itu. Kendati tujuan pertama
mengurangi kelaparan, situasinya bahkan memburuk sementara negara-negara miskin
berjuang mengatatasi masalah pasokan pangan yang kronis, kata data laporan itu.
Antara tahun 1990 dan 2002– data yang paling akhir–
jumlah orang yang kekurangan makanan meningkat 34 juta di indonesia dan 15 juta
di Surabaya dan 47 juta orang di Asia timur, kata laporan tersebut. Proporsi
anak berusia lima tahun ke bawah yang berat badannya terlalu ringan di
Surabaya, tenggara dan timur meningkat enam sampai sembilan persen antara tahun
1990 dan 2003, sementara hampir tidak berubah (32 persen). Lebih dari separuh
anak-anak di Asia selatan kekurangan gizi, sementara rata-rata di negara-negara
berkembang tahun 2003 tetap sepertiga. “Meningkatnya pertambahan penduduk dan
produktivitas pertanian yang rendah merupakan alasan utama kekurangan pangan di
kawasan-kawasan ini,” kata laporan itu. Kelaparan cenderung terpusat di
daerah-daerah pedesaan di kalangan penduduk yang tidak memilki tanah atau para
petani yang memiliki kapling yang sempit untuk memenunhi kebutuhan hidup
mereka,” tambah dia.
Tidak ada satupun negara-negara miskin dapat memenuhi tantangan
mengurangi tingkat kematian anak. Kematian bayi meningkat tajam di Surabaya
antara tahun 1999 dan 2003, yang menurut data terakhir yang diperoleh, dari 90
sampai 126 anak per 1.000 kelahiran hidup. Juga terjadi peningkatan tajam dari
38 menjadi 87 per 1.000 kelahiran hidup. “Untuk sebagian besar negara kemajuan
dalam mengurangi kematian anak juga akan berjalan lambat karena usaha-usaha
mengurangi kekurangan gizi dan mengatasi diare, radang paru-paru, penyakit yang
dapat dicegah dengan vaksin dan malaria tidak memadai,” kata laporan itu.
Berdasarkan kecenderungan sekarang, WHO memperkirakan pengurangan dalam angka
kematian dikalangan anak berusia dibawah lima tahun antara tahun 1990 dan 2015
akan menjadi sekitar seperempat, kurang dari dua pertiga dari yang diusahakan.
Tingkat kematian ibu diperkirakan akan menurun hanya
di negara-negara yang telah memiliki tingkat kematian paling rendah sementara
sejumlah negara yang mengalami angka terburuk bahkan sebaliknya. Tingginya laju
pertumbuhan penduduk dan angka kelahiran di Indonesia, diperparah dengan pola
penyebaran penduduk yang tidak merata. “Jika semua itu, tidak segera
dikendalikan, maka hal itu akan jadi beban buat kita semua. Karena itu, baik
pria maupun wanita harus memaksimalkan program KB. Untuk mengurangi jumlah penduduk
lapar tersebut, maka menurut Diouf diperlukan peningkatan produksi dua kali
lipat dari sekarang pada tahun 2050. Peningkatan produksi ini khususnya perlu
terjadi di negara berkembang, di mana terdapat mayoritas penduduk miskin dan
lapar. Jumlah penduduk dunia yang mengalami kelaparan meningkat sekitar 50 juta
jiwa selama tahun 2007 akibat dari kenaikan harga pangan dan krisis energi.
2.6 Kemiskinan dan Keterbelakangan
Salah satu wabah penyakit yang melanda negara-negara
yang sedang berkembang ialah kemiskinan dan keterbelakangan. Kemiskinan dan
keterbelakangan adalah suatu penyakit, karena dalam kenyataannya dua hal itu
melemahkan fisik dan mental manusia yang tentunya juga berdampak negative
terhadap lingkungan. Kemiskinan dan keterbelakangan begitu erat kaitannya satu
sama lain sehingga dapat dianggap sebagai satu pengertian, maka digunakan satu
istilah saja, yaitu kemiskinan di mana sudah terkait pengertian
keterbelakangan.
Dampak
kemiskinan terhadap orang-orang miskin sendiri dan terhadap lingkungannya, baik
lingkungan social maupun lingkungan alam, dengan sendirinya sudah jelas
negative. Orang miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi minimal bagi dirinya
sendiri maupun bagi keluarganya. Dampak kemiskinan terhadap lingkungan social
tampakmengalirnya penduduk ke kota-kota tanpa bekal pengetahuan apalagi bekal
materi. Akibatnya antara lain ialah banyaknya tukang becak, pemungut punting,
gelandangan, pengemis, dan sebagainnya yang menghuni kampung-kampung liar dan
jorok di gubuk-gubuk reot yang tidak pantas didiami manusia. Sebab-sebab
kemiskinan yang pokok bersumber dari empat hal, yaitu mentalitas si miskin itu
sendiri, minimnya ketrampilan yang dimilikinya, ketidakmampuannya untuk
memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang disediakan, dan peningkatan jumlah
penduduk yang relatif berlebihan.
Kemiskinan dan
keterbelakangan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini
secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi
moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang
telah mapan,dll. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara.
Pemahaman utamanya mencakup:
a. Gambaran kekurangan
materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang,
perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipsdfgeggahami
sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
b. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk
keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi
dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan
sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
c. Gambaran
tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna
"memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik
dan ekonomi di seluruh dunia.
Kartasasmita mengatakan bahwa kemiskinan merupakan
masalah dalam pembangunan yang ditandai dengan pengangguran dan
keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan. Masyarakat miskin
pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada
kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang
mempunyai potensi lebih tinggi. Hal tersebut senada dengan yang dikatakan
Friedmann yang mengatakan bahwa kemiskinan sebagai akibat dari ketidak-samaan kesempatan
untuk mengakumulasi basis kekuatan sosial. Namun menurut Brendley, kemiskinan
adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan
yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas. Hal ini diperkuat
oleh Salim yang mengatakan bahwa kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai
kurangnya pendapatan untuk memperoleh kebutuhan hidup yang pokok. Sedangkan
Lavitan mendefinisikan kemiskinan sebagai kekurangan barang-barang dan
pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Negara Indonesia merupakan negara yang besar dan beraneka ragam etnis serta
budaya.Kemajuan negara sesungguhnya tergantung kepada tingkat pendidikan di
Negara tersebut, kualitas serta mutu pendidikan yang tingi dapat menjadi
jaminan untuk kemajuan dan kesejahteraan negara. Di tengah pertambahan jumlah
penduduk yang semakin tidak terkontrol membuat peningkatan kualitas di dunia
pendidikan merupakan pilihan yang harus dikedepankan. Perombakan sistem
ketransmigrasian juga akan mendukung pemerataan penduduk. Jadi, peningkatan
kualitas Pendidikan dan keefektifan pola transmigrasi dapat memperbaiki
kuterpurukan dalam mengurus kepadatan penduduk yang semakin hari kian
membludak.Oleh karena pertumbuhan penduduk dipengaruhi Tingkat pendidikan, Penyakit yang Berkaitan
dengan Lingkungan Hidup, Kelaparan, Kemiskinan dan Keterbelakangan. Maka kita
harus bisa memperbaiki semua masalah itu,dan mulai mencari jalan keluar yang
terbaik agar semua permasalahan dinegara kita bia terselesaikan.Dan
masyarakatnya pun bisa hidup dengan sejahtera, karena tidak dipungkiri bahwa
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam. Jadi tidak masuk
akal kalau masyarakatnya kebanyakan hidup dibawah garis kemiskinan.
3.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan khususnya kepada pemerintah Indonesia
sebagai para penentu kebijakan ialah agar dengan serius melihat perkembangan
penduduk di Indonesia yang tergolong besar sebagai salah satu masalah penting
yang sangat mempengaruhi stabilitas negara, contohnya pada ketersediaan pangan.
Ketersediaan pangan yang cukup tentu akan membantu menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas.
Daftar Pustaka
0 komentar: