MANUSIA DAN KEADILAN
21.05
By
Adi Septiyawan
0
komentar
MANUSIA DAN KEADILAN
1.
DEFINISI DAN MAKNA KEADILAN
Keadilan
adalah memberikan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan
terletak pada keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban.
Socrates mengatakan bahwa keadilan tercapai apabila pemerintah mempraktekkan
ketentuan hukum atau melaksanakan tugasnya dan rakyat merasakannya.
Plato
menilai tercapainya keadilan apabila setiap orang menjalankan pekerjaan menurut
sifat dasar yang dianggap cocok bagi orang tersebut, sedangkan tindakan manusia
dipandang layak apabila pihak yang sama mendapatkan bagian sama (Aristoteles)
Hak merupakan wewenang untuk memiliki, meninggalkan, atau menuntut sesuatu.
Materi hak menyangkut individu, namun hak bukan milik perseorangan. Hak
seseorang terkait dengan hak orang lain.
Disamping
hak, seorang individu juga memiliki berbagai kewajiban, yakni kewajiban
terhadap Allah, masyarakat dan diri sendiri. Kewajiban terhadap Allah
diwujudkan dalam bentuk memuja dan mengabdi, kewajiban terhadap masyarakat
dengan menolong orang lain, sedangkan kewajiban terhadap diri sendiri
diwujudkan dengan melakukan perbuatan yang baik.
a. Teori Keadilan dalam filsafat hukum
Teori-teori
Hukum Alam sejak Socretes hingga Francois Geny, tetap mempertahankan keadilan
sebagai mahkota hukum. Teori Hukum Alam mengutamakan “the search for justice”.3
Terdapat macam-macam teori mengenai keadilan dan masyarakat yang adil.
Teori-teori ini menyangkut hak dan kebebasan, peluang kekuasaan, pendapatan dan
kemakmuran. Diantara teori-teori itu dapat disebut: teori keadilan Aristoteles
dalam bukunya nicomachean ethics dan teori keadilan sosial John Rawl dalam
bukunya a theory of justice.
b. Teori keadilan Aristoteles
Pandangan-pandangan
Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan dalam karyanya nichomachean
ethics, politics, dan rethoric. Lebih khususnya, dalam buku nicomachean ethics,
buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang, berdasarkan filsafat umum
Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum
hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”.
c. Teori keadilan dalam filsafat hukum Islam
Keadilan
ilahiyah: dialektika muktazilah dan asy’ariah
Gagasan
Islam tentang keadilan dimulai dari diskursus tentang keadilan ilahiyah, apakah
rasio manusia dapat mengetahui baik dan buruk untuk menegakkan keadilan dimuka
bumi tanpa bergantung pada wahyu atau sebaliknya manusia itu hanya dapat
mengetahui baik dan buruk melalui wahyu (Allah). Pada optik inilah
perbedaan-perbedaan teologis di kalangan cendekiawan Islam muncul.
Perbedaan-perbedaan tersebut berakar pada dua konsepsi yang bertentangan
mengenai tanggung jawab manusia untuk menegakkan keadilan ilahiah, dan
perdebatan tentang hal itu melahirkan dua mazhab utama teologi dialektika Islam
yaitu: mu`tazilah dan asy`ariyah.
Tesis
dasar Mu`tazilah adalah bahwa manusia, sebagai yang bebas, bertanggung jawab di
hadapan Allah yang adil. Selanjutnya, baik dan buruk merupakan
kategori-kategori rasional yang dapat diketahui melalui nalar – yaitu, tak bergantung
pada wahyu. Allah telah menciptakan akal manusia sedemikian rupa sehingga mampu
melihat yang baik dan buruk secara obyektif.
Ini
merupakan akibat wajar dari tesis pokok mereka bahwa keadilan Allah tergantung
pada pengetahuan obyektif tentang baik dan buruk, sebagaimana ditetapkan oleh
nalar, apakah sang Pembuat hukum menyatakannya atau tidak. Dengan kata lain,
kaum Mu`tazilah menyatakan kemujaraban nalar naluri sebagai sumber pengetahuan
etika dan spiritual, dengan demikian menegakkan bentuk obyektivisme rasionalis.
Berikut
ini beberapa pendapat pengertian mengenai keadilan.
Makna
Keadilan menurut para ahli:
Menurut W.J.S. Poerdaminto; keadilan
berarti tidak berat sebelah, sepatutunya, tidak sewenang-wenang. Jadi, dalam
pengertian adil termasuk di dalamnya tidak terdapat kesewenang-wenangan. Orang
yang bertindak sewenang-wenang berarti bertindak tidak adil.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI); keadilan berarti (sifat perbuatan, perlakuan) yang adil. Keadilan
berarti perilaku atau perbuatan yang dalam pelaksanaannya memberikan kepada
pihak lain sesuatu yang semestinya harus diterima oleh pihak lain.
Menurut Frans Magnis Suseno dalam bukunya
Etika Politik menyatakan bahwa keadilan sebagai suatu keadaan di mana orang
dalam situasi yang sama diperlakukan secara sama.
2.
KEADILAN SOSIAL
Keadilan
sosial adalah sebuah konsep yang membuat para filsuf terkagum-kagum sejak Plato
membantah filsuf muda, Thrasymachus, karena ia menyatakan bahwa keadilan adalah
apa pun yang ditentukan oleh si terkuat. Dalam Republik, Plato meresmikan
alasan bahwa sebuah negara ideal akan bersandar pada empat sifat baik:
kebijakan, keberanian, pantangan (atau keprihatinan), dan keadilan. Penambahan
kata sosial adalah untuk membedakan keadilan sosial dengan konsep keadilan
dalam hukum. Keadilan sosial juga merupakan salah satu butir dalam Pancasila.
Negara
pancasila adalah negara kebangsaan yang berkeadilan sosial, yang berarti bahwa
negara sebagai penjelmaan manusia sebagai Makhluk Tuhan yang Maha Esa, sifat
kodrat individu dan makhluk sosial bertujuan untuk mewujudkan suatu keadilan
dalam hidup bersama (Keadilan Sosial). Keadilan sosial tersebut didasari dan
dijiwai oleh hakikat keadilan manusia sebagai makhluk yang beradab (sila II).
Manusia pada hakikatnya adalah adil dan beradab, yang berarti manusia harus
adil terhadap diri sendiri, adil terhadap Tuhannya, adil terhadap orang lain
dan masyarakat serta adil terhadap lingkungan alamnya.
Dalam
hidup bersama baik dalam masyarakat, bangsa dan negara harus terwujud suatu
keadilan (Keadilan Sosial), yang meliputi tiga hal yaitu : keadilan distributif
(keadilan membagi), yaitu negara terhadap warganya, kedilan legal (keadilan
bertaat), yaitu warga terhadap negaranya untuk mentaati peraturan perundangan,
dan keadilan komutatif (keadilan antarsesama warga negara), yaitu hubungan
keadilan antara warga satu dengan lainnya secara timbal balik (Notonagoro,
1975).
Sebagai
suatu negara berkeadilan sosial maka negara Indonesia yang berlandaskan
Pancasila sebagai suatu negara kebangsaan, bertujuan untuk melindungi segenap
warganya dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, serta
mencerdaskan warganya (tujuan khusus). Adapun tujuan dalam pergaulan antar
bangsa di masyarakat internasional bertujuan : “.....ikut menciptakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Dalam pengertian ini maka negara Indonesia sebagai negara kebangsaan
adalah berdasar keadilan sosial dalam melindungi dan mensejahterakan
warganya,demikian pula dalam pergaulan masyarakat internasional berprinsip
dasar pada kemerdekan serta keadilan dalam hidup masyarakat.
Realisasi
dan perlidungan keadilan dalam hidup bersama daam suatu negara kebangsaan,
mengharuskan negara untuk menciptakan suatu peraturan perundang-undangan. Dalam
pengertian inilah maka negara kebangsaan yang berkeadilan sosial harus
merupakan suatu negara yang berdasarkan atas hukum. Sehingga sebagai suatu
negara hukum harus terpenuhi adanya tiga syarat pokok yaitu ; pengakuan dan
perlindungan atas hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas, dan legalitas
dalam arti hukum dalam segala bentuknya. Konsekuensinya sebagai suatu negara
hukum yang berkeadilan sosial maka negara Indonesia harus mengkui dan
melindungi hak-hak asasi manusia, yang tercantum dalam Undang-Undag dasar 1945
Pasal 27 ayat (1) dan (2),Pasal 28, Pasal 29 ayat (2), Pasal 31 ayat (1).
Demikianlah sebagai suatu negara yang berkeadilan maka negara berkewajiban
melindugi hak-hak asasi warganya, sebaliknya warga negara berkewajiban mentaati
peraturan perundang-undangan sebagai manifestasi keadilan legal dalam hidup
bersama.
Keadilan
sosial berwujud hendak melaksanakan kesejahteraan umum dalam masyarakat bagi
segala warga negara dan penduduk. Keadilan sosial di bidang kemasyarakatan
menjadi suatu segi dari perikeadilan yang bersama-sama dengan perikemanusiaan
ditentang dan dilanggar oleh penjajah yang harus dilenyapkan, seperti
dirumuskan dalam Pembukaan alinea I. Demokrasi politik berhubungan dengan
keadilan sosial memberi hak yang sama kepada segala warga dalam hukum dan
susunan masyarakat negara, seperti dirumuskan dalam pasal 27 dan 31
· Persamaan kedudukan di dalam hukum dan
pemerintahan,
· Kewajiban menjunjung hukum dan
pemerintahan,
· Hak yang sama atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak,
· Mendapat pengajaran
Keadilan
politik dan keadilan ekonomi ialah isi yang menjadi terasnya keadilan sosial
yang mengindahkan perkembangan masyarakat dengan jaminan, supaya kesejahteran
umum terlaksana. Keadilan sosial memberi perimbangan kepada kedudukan
perseorangan dalam masyarakat dan negara. Dengan adanya keadilan sebagai sila
kelima dari dasar filsafat negara kita, maka berarti bahwa di dalam negara,
makmur dan “kesejahteraan umum” itu harus terjelma keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Keadilan
sosial menurut Pembukaan UUD dimaksudkan tidak hanya bagi rakyat Indonesia
sendiri, akan tetapi juga bagi seluruh umat manusia. Keadilan sosial dapat
dikembalikan pula kepada sifat kodrat manusia monodualis, sehingga keadilan
sosial adalah sesuai pula dengan sifat hakekat negara kita sebagai negara
monodualis, bahwa di dalam keadilan sosial itu terkandung pula kesatuan yang
statis tak berubah dari kepentingan perseorangan atau kepentingan khusus dan
kepentingan umum dalam keseimbangan yang dinamis, yang mana di antara dua macam
kepentingan itu yang harus diutamakan tergantung dari keadaan dan zaman, kalau
buat keadaan dan zaman kita sekarang kepentigan umumlah yang diutamakan.
Dengan
demikian, lapangan tugas bekerjanya negara adalah hal memelihara (keadilan
sosial) dapat dibedakan demikian :
·
Memelihara kepentingan umum, yang khusus mengenai kepentingan negara sendiri
sebagai negara
·
Memelihara kepentingan umum dalam arti kepentingan bersama daripada para warga
negara, yang tidak dapat dilakukan oleh para warga negara sendiri
·Memelihara
kepentingan bersama dari warga negara perseorangan yang tidak seluruhnya dapat
dilakukan oleh warga negara sendiri, dalam bentuk bantuan dari negara
·
Memelihara kepentingan dari warga negara perseorangan, yang tidak seluruhnya
dapat diselenggarakan oleh warga negara sendiri, dalam bentuk bantuan dari
negara, ada kalanya negara memelihara seluruhnya kepentingan perseorangan
(fakir miskin, anak terkantar)
·
Tidak semua bangsa Indonesia dalam keseluruhannya harus dilindungi, juga suku
bangsa, golongan warga negara, keluarga, warga negara perseorangan
· Tidak cukup ada kesejahteraan dan ketinggian
martabat kehidupan umum bagi seluruh bangsa, juga harus ada kesejahteraan dan
martabat kehidupan tinggi bagi suku bangsa, setiap golongan warga negara,
setiap keluarga, setiap warga negara perseorangan.pemeliharaannya, baik
diselenggarakan oleh negara maupun oleh perseorangan sendiri, tidak dengan atau
dengan bantuan negara.
Realisasi
dari prinsip keadilan sosial tidak lain adalah dengan jalan pembangunan yang
benar-benar dapat dilaksanakan dan berguna serta dinikmati oleh seluruh lapisan
rakyat. Selain itu dalam realisasinya Pembangunan Nasional merupakan suatu
upaya untuk mecapai tujuan negara, sehingga Pembangunan Nasional harus
senantiasa meletakkan asas keadilan sebagai dasar operasional serta dalam
penentuan berbagai macam kebijaksanaan dalam pemerintahan negara.
Karena itu sangat terang bahwa kita harus
meniadakan segala bentuk kepincangan sosial dan kepincangan pembagian kekayaan
nasional kita. Kepincangan-kepincangan demikian bukan saja tidak menjamin
terwujudnya keadilan sosial, malahan merupakan penghambat dari kesetiakawanan
yang menjadi kekuatan penting dalam usaha kita untuk sama-sama memikul beban
pembangunan.
Untuk
itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak
dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3.
MACAM KEADILAN
A.
Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato
berpendapat bahwa keadilan clan hukum merupakan substansi rohani umum dan
masyarakat yang membuat clan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang
adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling
cocok baginya (Tha man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan
moral, sedangkan, Sunoto menyebutnya keadilan legal.
Keadilan
timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras
kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam
masyarakt bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut
kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara
kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak
mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya. Ketidakadilan terjadi
apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas
yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidakserasian.
Misalnya, seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan pendidikan, atau seorang
petugas pertanian mencampuri urusan petugas kehutanan. Bila itu dilakukan maka
akan terjadi kekacauan.
B.
Keadilan Distributif
Aristoles
berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama
diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice
is done when equals are treated equally). Sebagai contoh, Budi bekerja selama
30 hari sedangkan Doni bekerja 15 hari. Pada waktu diberikan hadiah harus
dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja.
Andaikata Budi menerima Rp.100.000,- maka Doni harus menerima. Rp 50.000. Akan
tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil dan
melenceng dari asas keadilan.
C.
Keadilan Komutatif
Keadilan
ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi
Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban
dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan
ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam
masyarakat.
Ada
2 ahli yang juga menyimpulkan makna dari keadilan,dan mengklasifikasikan
menjadi beberapa macam-macam keadilan.
·
Menurut
Aristoteles
Keadilan
Komulatif.
Keadilan
Distributif
·
Menurut
Plato
Keadilan
Komulatif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang,tanpa mengingat
besar jasa-jasa yang diberikan (dari kata commute :
mengganti,menukarkan,memindahkan).
4.
KEJUJURAN
Secara
etimologi, jujur merupakan lawan kata dusta. Dalam bahasa Arab diungkapkan
dengan "Ash-Shidqu" sedangkan "Ash-Shiddiq" adalah orang
yang selalu bersikap jujur baik dalam perkataan maupun perbuatan. Kejujuran
adalah akhlak terpuji. Seseorang dikatakan jujur apabila dia menyatakan
kebenaran sesuai dengan fakta yang ada tanpa menambah dan menguranginya. Jujur
harus menjadi akhlak dalam perkataan dan tindakan, termasuk isyarat tangan dan
menggelengkan kepala. Terkadang diam pun bisa termasuk bagian dari ungkapan
kejujuran.[1]
Sedangkan
para ulama terdapat perbedaan pendapat dalam memberikan definasi jujur secara
terminologi, di antara definisi jujur menurut para ulama adalah sebagai
berikut:[2]
a. Jujur adalah kata hati yang sesuai
dengan yang diungkapkan. Jika salah
satu syarat itu ada yang hilang, belum mutlak disebut jujur.
b. Jujur adalah hukum yang sesuai dengan
kenyataan, dengan kenyataan, dengan kata lain, lawan dari bohong.
c. Jujur adalah kesesesuaian antara lahir
dan batin, ketika keadaan seseorang tidak didustakan dengan tindakan-tindakannya, begitu pula
sebaliknya.
d. Para ulama menjadikan ikhlas sebagai
perkara yang tidak boleh luput dan kejujuran itu sifatnya lebih umum,
yakni bahwa semua orang yang jujur sudah
tentu ikhlas. tetapi tidak semua orang yang ikhlas itu jujur.
e. Jujur
merupakan asas segala sesuatu, sedangkan ikhlas itu tidak dapat terwujud kecuali setelah masuk dalam amal. Amal
terebut pun tidak akan diterima kecuali jika disertai jujur dan ikhlas."
f. Kejujuran adalah kemurnian hati Anda,
keyakinan Anda yang mantap, dan ketulusan amal Anda.
Jujur
bermakna keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu
berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar/jujur, tetapi kalau
tidak, maka dikatakan dusta. Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada
perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai
dengan yang ada pada batinnya. Seorang yang berbuat riya’ tidaklah dikatakan
sebagai seorang yang jujur karena dia telah menampakkan sesuatu yang berbeda
dengan apa yang dia sembunyikan (di dalam batinnya).
Kejujuran
atau jujur artinya apa-apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati
nuraninya, apa yang dikatakan sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang
kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga
berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa
apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti
juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun
yang masih terkandung dalam hati nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan
niat.
Hakekat
kejujuran :
•
Jujur dalam perkataan.Setiap orang harus menjaga perkataannya,tidak berkata
kecuali yang benar dan secara jujur.Jujur dalam perkataan merupakan jenis jujur
yang paling terkenal dan jelas.Dia harus menghindari perkataan yang
dibuat-buat,karena hal itu termasuk jenis dusta,kecuali jika ada keperluan yang
mendorongnya berbuat begitu dan dalam kondisi tertentu yang bisa mendatangkan
maslahat.Jika Nabi hendak pergi ke suatu peperangan,maka beliau menciptakan
move selain peperangan itu agar musuh tidak mendengar kabar sehingga mereka
bisa bersiap-siap .
•
Jujur dalam niat dan kehendak.Hal ini dikembalikan kepada ikhlas.Jika amalannya
ternodai bagian-bagian nafsu,maka gugurlah kejujuran niatnya dan pelakunya bisa
di kategorikan orang yang berdusta seperti yang disebutkan dalam hadits tentang
tiga orang,yaitu;orang berilmu,pembaca Al Quran dan mujahid.Pembaca Al Quran
berkata,’’Aku sudah membaca al quran sampai akhir ‘’.Dustanya terletak pada
kehendak dan niatnya,bukan pada bacaannya.begitu pula yang terjadi pada dua
orang lainnya,
•
Jujur dalam hasrat dan pemenuhan hasrat itu.Contoh yang pertama seperti
berucap’’Jika Allah menganugerahkan harta benda kepadaku,maka aku akan
menshadaqahkan semuanya’’,Boleh jadi hasrat ini jujur dan boleh jadi ada
keraguan di dalamnya.Contoh yang kedua,seperti jujur dalam hasrat an berjanji
di dalam diri sendiri.Sampai disini tidak ada yang sulit dan berat.Hanya saja
hal ini perlu dibuktikan jika benar-benar terjadi,apakah hasrat itu benar
ataukah justru dia dikuasai nafsu.
5.
KECURANGAN
Kecurangan
atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan
licik, meskipun tidak serupa benar. Curang atau kecurangan artinya apa yang
diinginkan tidak sesuai dengan hari nuraninya atau, orang itu memang dari
hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa
bertenaga dan berusaha. Kecurangan menyebabkan orang menjadi serakah, tamak,
ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai
orang yang paling hebat, paling kaya, dan senang bila masyarakat disekelilingnya
hidup menderita.
Bermacam-macam
sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam
sekitarnya, ada 4 aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peradaban
dan aspek teknik. Apabila keempat asepk tersebut dilaksanakan secara wajar,
maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum.
Akan tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri,
dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan
jadilah kecurangan.
Yang
dimaksud dengan kecurangan (fraud) sangat luas dan ini dapat dilihat pada butir
mengenai kategori kecurangan. Namun secara umum, unsur-unsur dari kecurangan
(keseluruhan unsur harus ada, jika ada yang tidak ada maka dianggap kecurangan
tidak terjadi) adalah:
a. Harus terdapat salah pernyataan
(misrepresentation)
b. dari suatu masa lampau (past) atau
sekarang (present)
c. fakta bersifat material (material fact)
d. dilakukan secara sengaja atau tanpa
perhitungan (make-knowingly or recklessly)
e. dengan maksud (intent) untuk menyebabkan
suatu pihak beraksi.
f. Pihak yang dirugikan harus beraksi
(acted) terhadap salah pernyataan tersebut (misrepresentation)
g. yang merugikannya (detriment).
Kecurangan
dalam tulisan ini termasuk (namun tidak terbatas pada) manipulasi,
penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk
lainnya yang dilakukan oleh seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi
organisasi/perusahaan.
Kategori Kecurangan
Pengklasifikasian
kecurangan dapat dilakukan dilihat dari beberapa sisi.
Berdasarkan
pencatatan
Kecurangan
berupa pencurian aset dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori:
a.
Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi
pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi (fraud open on-the-books,
lebih mudah untuk ditemukan).
b.
Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara catatan
akuntansi yang valid, seperti: kickback (fraud hidden on the-books)
c.
Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi
melalui pengujian transaksi akuntansi “yang dibukukan”, seperti: pencurian uang
pembayaran piutang dagang yang telah dihapusbukukan/di-write-off (fraud off-the
books, paling sulit untuk ditemukan)
Berdasarkan frekuensi
Pengklasifikasian
kecurangan dapat dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya:
a.
Tidak berulang (non-repeating fraud). Dalam kecurangan yang tidak berulang,
tindakan kecurangan — walaupun terjadi beberapa kali — pada dasarnya bersifat
tunggal. Dalam arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku setiap saat
(misal: pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan kartu kerja mingguan untuk
melakukan pembayaran cek yang tidak benar).
b.
Berulang (repeating fraud). Dalam kecurangan berulang, tindakan yang menyimpang
terjadi beberapa kali dan hanya diinisiasi/diawali sekali saja. Selanjutnya
kecurangan terjadi terus-menerus sampai dihentikan. Misalnya, cek pembayaran
gaji bulanan yang dihasilkan secara otomatis tanpa harus melakukan penginputan
setiap saat. Penerbitan cek terus berlangsung sampai diberikan perintah untuk
menghentikannya.
Bagi
auditor, signifikansi dari berulang atau tidaknya suatu kecurangan tergantung
kepada dimana ia akan mencari bukti. Misalnya, auditor harus mereview program
aplikasi komputer untuk memperoleh bukti terjadinya tindakan kecurangan
pembulatan ke bawah saldo tabungan nasabah dan pengalihan selisih pembulatan
tersebut ke suatu rekening tertentu.
6.
PERHITUNGAN (HISAB)
Pembalasan
ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang
seimbang, tingkah laku yang serupa, dan tingkah laku yang seimbang. Pembalasan
Frontal dengan melakukan serangan langsung seperti kata-kata kasar bahkan
perlawanan fisik Perhitungan di muka hukum dengan menaaati peraturan bersaing
dimuka hukum antara yang dilaporkan dan pihak pelapor.
Dalam
Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan.
Bagi yang bertaqwa kepada Tuhan diberikan pembalasan dan bagi yang mengingkari
perintah Tuhan pun diberikan pembalasan dan pembalasan yang diberikanpun
pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan dineraka.
Pembalasan
disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan
yang bersahabat. Sebaliknya pergaulan yagn penuh kecurigaan menimbulkan balasan
yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya, manusia adalah mahluk moral dan
mahluk sosial. Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk
mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang
menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang
melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia. Oleh karena itu manusia
tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia
berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan
kewajiban itu adalah pembalasan.
7.
PEMULIHAN NAMA BAIK
Nama
baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak
tercela. Setiap orang menajaga dengan hati-hati agar namanya baik. Lebih-lebih
jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah suatu
kebanggaan batin yang tak ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat
hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan bama baik
atau tidak baik ini adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan
tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan
santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatn-perbuatan yang
dihalalkan agama dan sebagainya. Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah
kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak
sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan ahlak yang baik. Untuk
memulihkan nama baik manusia harus tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf
tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat
darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu
ditolong dengan penuh kasih sayang , tanpa pamrin, takwa terhadap Tuhan dan
mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.
Hakekat
pemulihan nama baik :
Pada
hakikatnya pemulihan nama baik itu adalah kesadaran yang disadari oleh manusia
karena dia melakukan kesalahan di dalam hidupnya, bahwa perbuatan yang dia
lakukan tersebut tidak sesuai dengan norma – norma atau aturan – aturan yang
ada di negeri ini, selain itu perbuatan yang menyebabkan hilangnya nama baik
seseorang adalah karena perbuatan yang mereka lakukan itu tidak sesuai dengan
aklakul karimah (akhlak yang baik menurut sifat – sifat Rasulullah SAW).
Ada
tiga macam godaan yang sangat rentan terhadap tercemarnya nama baik seseorang.
Tiga macam godaan tersebut adalah Derajat / pangkat, Harta, dan Wanita. Apabila
seseorang tidak dapat menguasai nafsunya maka kemungkinan besar ia akan
terjerumus ke jurang kenistaan karena untuk memperoleh derajat / pangkat, Harta
, dan Wanita terkadang seseorang harus melakukan cara – cara yang tidak wajar
tidak bersih, dan tidak sesuai dengan akhlak dan moral yang telah ditentukan
oleh agamanya. Misalnya melakukan fitnah, berbohong, meyuap, mencuri, merampok,
dan menempuh segala jalan yang diharamkan oleh agamanya.
Nama
baik yang dimiliki oleh seseorang dapat tercoreng atau ternodai jika orang
tersebut melakukan sesuatu yang dapat meresahkan masyarakat. Tetapi orang itu
dapat memulihkan nama baiknya itu kembali dengan tidak melakukan hal yang tidak
baik atau hal yang dapat meresahkan masyarakat dan membuktikan kepada
masyarakat tersebut bahwa ia tidak akan mengulang kembali hal tersebut.
8.
PEMBALASAN
Pembalasan
ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan
yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku
yang seimbang. Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang
bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya pergaulan yagn penuh
kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya,
manusia adalah mahluk moral dan mahluk sosial. Dalam bergaul manusia harus
mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral,
lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah
perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia. Oleh karena
itu manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa,
maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan
hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.
Penyebab
pembalasan :
a.
Faktor Amarah
b.
Faktor Biologis
c.
Faktor Kesenjangan Generasi
d.
Lingkungan
e.
Frustasi
f.
Proses pendisiplinan yang keliru
g.
Faktor Ekonomi
Contoh 1 bentuk pembalasan :
1.
Teori pembalasan yang obyektif, yang berorientasi [ada pemenuhan kepuasan dari
perasaan dendam di kalangan masyarakat. Dalam hal ini tindakan si pembuat
kejahatan harus dibalas dengan pidana yang merupakan suatu bencana atau
kerugian yang seimbang dengan kesengsaraan yang diakibatkan oleh si pembuat
kejahatan.
2.
teori pembalasan yang subyektif, yang berorientasi pada penjahatnya. Menurut
teori ini kesalahan si pembuat kejahatanlah yang harus mendapat balasan.
Apabila kerugian atau kesengsaraan yang besar disebabkan oleh kesalahan yang
ringan, maka si pembuat kejahatan sudah seharusnya dijatuhi pidana yang ringan.
0 komentar: